GERAKAN DAKWAH KAMPUS YANG MENAKUTKAN!
10:19 pm, 16/07/2012
( Endang Sri Astutiyani SE., alumni Fak. Ekonomi UR)
Pekanbaru masih panas, bukan hanya dari cuaca yang memang belakangan dirasakan menyengat kulit namun juga memanasnya suhu politik di kampus UR.
Memang tidak seluruh Koran lokal yang mengangkat issue kerusuhan KONGRES MAHASISWA UR XIX, namun warga yang tinggal disekitar wilayah KAMPUS UR Panam menjadi saksi malam hujan batu yang terjadi hingga dini hari, baik di dalam area Kampus hingga akses jalan keluar kampus; Bina krida.
Sore ini kembali terjadi konsentrasi massa yang berkumpul di depan kedai Ajo Mitra, tapi penulis kira bukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lambung tengah, karena tampilan wajah yang diperlihatkan jauh lebih menegangkan ketimbang mahasiswa yang hendak menghadapi sidang Oral Comprehensive.
Diperkirakan ada sekitar 30an orang (mahasiswa dan umum) yang berkumpul ibarat jumpa fans yang digelar oleh artis untuk pemberian tanda tangan, karena memang terlihat hadir “Roberto”, si pesakitan yang gambarnya pernah di unduh dalam akun facebook seorang oknum yang pada intinya ingin memintakan suaka bagi sohibnya dengan mencalonkan Roberto sebagai korban dalam insiden Kamis dini hari tersebut, dengan barang bukti selembar foto.
Barangkali kehadiran Roberto sore tadi akan memberikan bubuhan tanda tangan asli pada foto-fotonya yang telah dicetak, karena kini ia telah menjadi saksi hidup, dengan campain “Suaka bagi Perusuh”.
Dan siapakah yang menjadi EO (Event organizer) dalam acara jumpa fans tersebut sekaligus menjadi Manager Artis baru kita Roberto, ialah sang GubMa Fakultas perikanan & Ilmu Kelautan UR; Mas Zulfikar.
Memang penulis tidak bisa mengklaim bahwa mas zulfikar melanggar peraturan dengan rangkap jabatan (Manager Artis sekaligus GubMa), karena penulis yakin kapasitas beliau bukan sebagai wakil mahasiswa Faperika sore tadi, namun hanya sekedar menambah uang jajan dengan mengambil pekerjaan sampingan sebagai Manager Artis Baru (catatan : Kampus sedang menghadapi ujian semester sehingga praktis tidak ada pekerjaan yang dapat dilakukan sebagai Gubernur Mahasiswa), sehingga mengambil Job tambahan dapat dijadikan ide bagus untuk menambah penghasilan. Inilah contoh memanfaatkan waktu luang yang sangat baik.
Tapi bukan analisa yang cerdas rasanya bila menjadikan kedua sosok tadi alasan yang mampu menyedot perhatian dan antusias warga kampus untuk mendatangi kedai Ajo mitra, tapi barangkali ada issue lain yang sedang di blow up untuk kembali “memanaskan tungku” agar siap diledakkan sesuai kebutuhandan pesanan. Dan karena ini hanya analisa penulis, bias jadi salah dan bisa benar. Will see!
Tiba-tiba dingin!
Lima belas menit sebelum adzan maghrib berkumandang, konsentrasi massa menghilang. Kali ini penulis dengan itikad baik dan tidak bermaksud menyindir, menyimpulkan mereka tengah bersiap-siap untuk berangkat kemasjid menunaikan ibadah shalat maghrib bagi yang beragama islam tentunya.
Ini adalah sepenggal kisah untuk pihak yang kita kenal dengan massa KONTRA KONGRES.
Bagaimana nasib dan keberadaan massa PRO KONGRES? Apakah penting untuk dibicarakan? Ataukah hanya akan menyulut bentrok selanjutnya? Semoga tidak. Penulis hanya ingin bersikap fair dalam memaparkan, semoga pembaca merasakan itikad baik penulis.
Massa PRO KONGRES, apa kabarmu?
Siapakah mereka, TEMAN atau LAWAN?
Penulis mencitrakan mereka sebagai GERAKAN DAKWAH KAMPUS YANG MENAKUTKAN!
Menakutkan, benarkah? Menakutkan bagi siapakah mereka? Dapat di pastinya tidak akan menakutkan bagi masyarakat kampus kebanyakan dan masyarakat pada umumnya, tapi mungkin bagi para pemimpin yang takut kursi yang mereka duduki digoyang oleh GERAKAN DAKWAH KAMPUS yang mereka usung. Gerakan mereka simple, bahkan menurut penulis sudah banyak dilakukan sebelumnya. Hanya lebih aplikatif, shalat tidak hanya seruan tapi langsung dilakukan; teknik persidangan bukan hanya mengajarkan berteriak lantang tanpa isi, tapi konkrit dipraktekkan dalam memimpin organisasi dan kelembagaan kampus. Manajemen aksi tidak pandang bulu, bahkan sampai menggentarkan orang nomor satu di Provinsi Riau, karena mengusut kasus KORUPSI PON RIAU ke XVIII dengan AKTOR UTAMA yang mereka pilih tidak tanggung-tanggung, langsung diarahkan pada RUSLI ZAINAL, Raja di raja dari negeri Lancang kuning.
Wal hasil, para tokoh-tokoh gerakan dakwah kampus ini menjadi incaran dan sasaran tembak para spionase. Setiap terjadi aksi, baik yang berunjung bentrok atau hanya sekedar unjuk rasa, nama-nama mereka akan selalu tertampil di media sebagai “DALANG” atau lebih tepatnya oknum yang harus bertanggung jawab dalam tiap peristiwa. Dan kali ini, dalam KASUS BENTROK KONGRES MAHASISWA XIX UR pun, lagi-lagi nama mereka langsung di blow up oleh oknum yang berasal dari media massa lokal menjadi TERSANGKA PENYULUT KERUSUHAN, padahal wartawan juga bukan Tuhan yang kebenarannya dapat diterima MUTLAK! Kita adalah Negara dengan landasan hukum yang jelas, oknum yang telah tertangkap basah menerima suap saja, harus mendapat surat penangkapan dari kepolisian untuk dapat menyatakan mereka berpredikat sebagai tersangka. Tapi, ketika polisi saja belum menetapkan mana pihak yang menjadi korban dan mana pihak penyerang, lagi-lagi wartawan berperan ibarat manusia setengah dewa yang langsung memvonis dengan bukti yang TIDAK BOLEH DIGANGGU GUGAT! Tidak mau mencari musuh, atau dikatakan memancing di air keruh, tapi penulis merasa wartawan mulai tidak fair dalam menilai kebenaran. Apakah karena menganggap bahwa Media saat ini memiliki kekuatan dalam membentuk pola pemikiran masyarakat dan dijadikan rujukan dalam tiap peristiwa sehingga tidak perlu menanti putusan dari aparat penegak hukum? Bukankah wartawan dan pers juga harus menjadi warga Negara yang baik dengan taat pada perundang-undangan yang berlaku?
Sayang, jika kekuatan media dijual dengan harga murah! Apalagi jika hanya sebagai alat pemuas kepentingan elit penguasa. Tapi maaf jika analisa penulis salah, dan penulis akan lebih berbahagia jika memang pendapat ini salah, sehingga masyarakat masih memiliki sumber informasi yang dapat dipercaya.
Kembali menyikapi massa PRO KONGRES yang tiba-tiba juga sudah tidak lagi menjadi sasaran utama. Issue melebar dan menggelinding ibarat bola salju, kian kebawah kian membesar. Keterlibatan partai politik dalam bentrokan kedua massa pada malam kerusuhan terjadi, menjadi gayung bersambut selanjutnya. benarkah PARTAI POLITIK MASUK KAMPUS? Ataukah ini menjadi bonus, “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Memberangus GERAKAN DAKWAH KAMPUS sekaligus MENGHANCURKAN IMAGE PARTAI POLITIK YANG MENJADI LAWAN di PARLEMEN? Siapa yang diuntungkan dalam Rekayasa Sosial ini? Dan penulis memperkirakan ini bukanlah pekerjaan yang sulit, rekayasa yang sangat mudah terbaca bahkan oleh orang awam yang tidak update dunia politik!
Dalam ilmu komunikasi politik jalanan, kita tahu bahwa DENGAN MEMBUAT KASUS BARU yang LEBIH DOMINAN DIMUAT DAN DITAMPILKAN OLEH MEDIA; Cetak mauapun Elektronik, AKAN MENUTUP KASUS SEBELUMNYA YANG SANGAT BERBAHAYA JIKA TERBONGKAR BAGI HAJAT HIDUP PENGUASA RIAU & PELIHARAANNYA”.
Ups..hati-hati dengan ucapan ANDA! sepertinya penulis akan mendapatkan pesan singkat atau mungkin juga terror (slank words : penulis udah kePeDean) kedepan, tapi sekali lagi..PENULIS TIDAK PERNAH MENYOMBONGKAN DIRI DENGAN GELAR “WARTWAN” sehingga dengan tulisannya MEMUTAR BALIKKAN FAKTA! Penulis BUKAN LAKSMANA RAJA DI LAOT yang sedang takut KAPALNYA KARAM sehingga gelap mata dan membuang awak-awak kapal yang dianggap tidak bermanfaat agar dia tetap bisa berlayar bebas, lepas tak terkendali oleh siapapun! Dan penulis BUKAN PREMAN YANG OTOTnya LEBIH BESAR DARI OTAKnya sehingga tergiur oleh RECEHAN dari Si Empunya KASUS KORUPSI PON.
Tapi, jikapun tulisan ini diputuskan oleh PEMILIK SAHAM & PENYUMBANG DANA bagi Media Massa lokal; tidak layak untuk diterbitkan, penulis Cuma bisa bersenandung bersama Iwan fals “ Ya sudahlah! Kau memang setan alas, gak punya prasaan..ANCUR!
Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita berita menarik