“Gimana kalau kita ngundang Ustadz Jenifer
Almari! Pasti yang datang ke acara tablig akbar kita bakal banyak banget.”
Cetus Wahyu optimis.
“Itu nama ustadz atau
artis Hollywood?” Daffa garuk-garuk kepala, bingung. Kayaknya Jenifer Lopez gak
punya sodara yang namanya Jenifer Almari deh!
“Dari literatur yang
saya baca, gak ada tuh nama ustadz Jenifer Almari.”
“Masa sih? Itu sering
nongol di tivi kok! Masa gak tau sih?” Wahyu ngotot.
“Yang loe liat itu
acara ceramah atau film box office,
Yu?!” Daffa ikut-ikutan ngotot kalau Wahyu salah.
“Heh, yang serius sedikit kenapa?! Denger yah
Wahyu, ustadz yang sering ngisi ceramah di tivi itu namanya Jeffry Al Bukhori.”
Airin yang dari tadi berusaha sabar akhirnya meledak. Semua terdiam, kecuali.. “Tuh
kan Yu! Loe salah, gue bilang apa!” pekik Daffa merasa menang karena ternyata
yang salah adalah Wahyu, sesuai perkiraannya.
“Daffa! Jangan bercanda
terus!”
Wahyu nahan ketawa
melihat Daffa yang tiba-tiba bungkam mendengar omelan Airin. “Semuanya harap
tenang.” Fian akhirnya angkat bicara untuk menetralkan suasana yang mulai
memanas. “Untuk mengundang pembicara terkenal memang ide yang bagus, tapi
seperti yang kita semua ketahui. Dana kita sangat terbatas, ada baiknya kita
manfaatkan dana itu untuk yang lain. Sebenarnya, ada aspek penting dalam sebuah
acara selain pembicara. Yaitu pengemasan acara serta publikasinya.”
“Maksudnya pengemasan
bagaimana?” Airin mulai melupakan amarahnya dan sangat tertarik dengan apa yang
disampaikan Fian.
“Seperti yang kita tahu, selama ini
acara-acara LDF begitu monoton. Kita harus mengemas acara kita dengan cara yang
berbeda dari biasanya, jika biasanya kita hanya duduk-duduk mendengarkan
ceramah mungkin bisa kita ganti dengan drama yang temanya bisa kita sesuaikan
dengan targetan kita.”
“Drama?” Airin dan Maya
saling tatap, brilliant!
“Airin, Maya dan Rio,
saya butuh bantuan kalian untuk memikirkan konsep acara dan targetan acara
kita. Daffa, coba kamu pikirkan publikasi yang heboh dan dapat menarik
perhatian peserta. Wahyu dan Aldi, coba kalian buat survey kecil-kecilan untuk
mendapatkan informasi minat mahasiswa terhadap acara LDF. Saya harap lusa sudah
ada progress report dari
masing-masing, kita rapat lagi lusa pada jam yang sama.” Fian memberikan
instruksi. “Oh iya, Daffa kamu dapat tugas ekstra untuk mengadakan close recruitmen bagi yang ingin
bergabung di kepanitiaan kita, ok?”
“Siap boss!” Daffa
tersenyum lebar, cincailah!
***
“Fian
itu tegas banget yah, Rin? Dulu di SMA dia ikutan Rohis juga ya?” tanya Maya
setelah meneguk habis es cendolnya. Airin menggeleng. “Anak MPK ya?” tebak
Maya. Airin kembali menggeleng. “OSIS? Paskibra?” cecar Maya semakin
penasaran.Airin menggeleng, “Bukan, dia anak basket.”
“Hah?
Serius? Terus kenapa dia jadi pindah haluan ke LDF?”
Airin
mengangkat bahu. Mana ia tahu! Sebenarnya itu juga pertanyaan yang pertama kali
mampir di otaknya ketika melihat nama Alfian Pratama terpampang di pengumuman
pengurus LDF. Saat SMA bahkan Airin tidak melihat tanda-tanda kalau Fian
berminat mengikuti berbagai acara yang diadakan oleh Rohis. Fian akan ada di
garda terdepan saat acara seperti pentas seni, promnite, tapi Airin tidak pernah menemukannya di acara tablig
akbar, tarhib ramadhan apalagi pengajian rutinan.
“Mungkin udah dapet hidayah kali ya, Rin? Ya
udah kita doain aja semoga dia sama yang lainnya istiqomah.”
Airin
tersenyum getir, tapi akhirnya mengangguk juga.
***
“Cuma
ini? Jadi setelah saya beri waktu tiga hari, konsep yang kamu buat cuma itu? Saya
harap teman-teman yang ada disini sudah mengerti, tujuan kita mengadakan acara
launcing LDF ini adalah untuk meningkatkan bergining
position LDF di mata mahasiswa lain. Mencitrakan LDF yang menarik. Kalau
kita mengcreate acara sama seperti
acara pengajian di kelurahan, jangan harap LDF akan tetap bertahan sampai tahun
depan! Buat sesuatu yang luar biasa! Out
of the box” Suara Fian saat rapat sore tadi kembali terngiang di telinga
Airin. Ikh! Tau apa coba dia tentang
acara LDF? Dateng aja belum pernah, sekarang sok ngomentarin acara LDF basilah,
monoton, biasa, gak menarik. Airin mencak-mencak di depan cermin. Rapat
tadi sore benar-benar merusak moodnya
hingga malam hari.
“Mungkin
apa yang dibilang Fian bener, Rin. Coba deh kamu inget-inget, berapa kali sih
targetan peserta acara rohis waktu SMA tercapai atau membludak? Jarang kan?
Yang ada kita maksa temen-temen biar ikut, ini bisa dijadikan evaluasi, mungkin
pada kenyataannya selama ini kita memang kurang kreatif mengemas acara kita
sehingga kurang menarik di mata temen-temen.” Lagi, Kak Nad membela Fian
setelah ia mencurahkan semua kegalauannya via telpon. Tapi kali ia Airin tidak
bisa membantah lagi, pada kenyataannya apa yang dikatakan Fian sore tadi memang
benar. Ia terlalu terpaku pada ‘kebiasaan’ seakan itu menjadi patokan dalam
membuat suatu acara.
“Coba
buat hal yang baru, Rin. Kakak yakin kamu bisa, keluarkan semua potensi yang
kamu punya.” Kak Nad, Airin makin rindu pada kakak perempuannya yang sangat
bijaksana itu. Dulu saat kakaknya masih tinggal bersama di rumah, mereka selalu
bertengkar layaknya kucing dan anjing. Kini setelah mereka terpisah jarak,
mereka malah semakin dekat.
Out of the box. Acara apa yang disukai
teman-temannya yang rata-rata hedonis
itu? Nonton film. Jazz festival. Gelar Jepang. Karokean. Airin melist minat teman-temannya yang biasanya
terdengar di kelas ketika akan akhir pekan. Acara apa yang bisa mengalihkan
kesukaan teman-temannya itu? Muhasabah. Seminar. Kajian keislaman. Tarhib.
Tabligh Akbar. Kini ia melist acara yang sering diadakan kelembagaan keislaman.
Hey! Ia menemukan benang merahnya; hampir semua konten acara-acara itu serupa.
Pantas saja semakin lama, peminat acara keislaman berkurang. Karena dari tahun
ke tahun acaranya sangat monoton.
Tiba-tiba
saja terbesit satu ide di kepalanya, segera ia sambar hape di meja belajarnya.
Menekan satu tombol untuk menyambungkannya dengan Fian, ketua panitia launching LDF-nya. “Ok. Saya sepakat
dengan ide kamu, Rin. Besok kita sampaikan ke seluruh panitia, jika mereka
sepakat. Kita bisa langsung menjalankannya.” Airin tidak menyangka akan
mendapat tanggapan positif dari Fian secepat ini. Tapi ia sekarang jadi
senyum-senyum sendiri memikirkan idenya.
***
Tiket
should out! Itu laporan Maya yang
menjadi penanggung jawab penjualan tiket acara launcing LDF bertema “Dakwahpucinno;
Racikan nikmat secangkir manfaat.” Ternyata itu bukan hanya isapan jempol,
kini Airin berdiri di belakang panggung, memastikan semua pengisi acara sudah
siap. Semua kursi terisi penuh, bahkan harus menambah beberapa kursi untuk
menampung peserta yang datang.
Wahyu
yang hari ini bertindak sebagai MC tengah membuka acara yang dimulai pukul
09.00 pagi itu, membukanya dengan bacaan basmallah dan tilawah. Setelah itu, grup
nasyid dadakan bentukan Fian cs muncul ke tengah panggung. Suasana peserta di bagian
perempuan mulai grasak-grusuk. Acara dilanjutkan dengan pemutaran film dokumenter
besutan Daffa,
“Menurut
loe, LDF itu gimana??” sebuah tulisan muncul di layar sebagai pembuka.
“LDF
itu isinya orang-orang sholeh dan sholehah, kayak gue.”
Wahyu
cengar-cengir melihat wajahnya nampang duluan di film itu sebagai pembuka,
diiringi teriakan protes dari peserta yang sebagian besar adalah teman
sekelasnya.
“Disini,
saya bisa belajar leadership, attitude,
solidarity, dan yang pasti bisa belajar gimana caranya masuk syurga!”
Kacamata
Aldi bergerak-gerak, ia jadi salah tingkah melihat wajahnya terpampang begitu
besar di layar. Setting perpustakaan
menjadi identitas yang melekat di dirinya selain buku tebal sebesar bantal
sebagai kutu buku.
“LDF
itu kayak hantu!” semua orang melotot mendengar pernyataan Daffa di layar.
“Hahaha…jangan pada serius gitu dong! Gue bercanda.” Fiuh… semua menghela
nafas, terutama Airin yang baru pertama kali melihat rekaman video ini. “Sini,
sini!” Daffa mengajak penonton untuk mengikutinya. “Di sini, gue belajar
banyak, salah satunya adalah kalo di dalam tubuh yang sehat ada jiwa yang
kuat!” Kamera mengarah pada dua orang wanita berjilbab yang sedang gotong
royong ngangkat meja. Airin melotot. Itu kan dia sama Maya! Semua penonton
tertawa geli.
“Terus,
tahu yang mana yang bener,” kamera memfokuskan ke arah seorang gadis berjilbab
yang sedang menangkupkan tangannya sebagai ganti salaman dengan lawan jenisnya;
itu Airin lagi! Layar berganti dengan gambar Rio yang sedang bermain futsal
menggunakan training panjang. Lalu tiba-tiba gambar bergoyang seperti diterjang
gempa. Layar buram, perlahan fokus dan terlihat jelaslah ada sepasang muda-mudi
yang sedang duduk berduaan di pojok kelas sambil berpegangan tangan.
“UPS!
Ini dia nih yang gak boleh ditiru! Haram boy!” tampang Daffa dilayar sangat
menggelikan dengan mata membulat yang dibuat galak, persis dosen killer.
Sebagian ikut tertawa, sebagian lagi menunduk malu; merasa tersindir. Gambar
berganti dengan segerombolan anak bola yang sedang tanding menggunakan celana
di atas lutut. “Nah, sebenernya ini juga gak boleh, bro!” tambah Daffa.
“Apalagi yang ini.” Seorang gadis mengenakan rok mini sedang berjalan santai;
khusus gambar yang satu ini hanya ditayangkan secepat kilat.
“Gue
juga jadi lebih suka nongkrong kayak gini setelah masuk LDF.” Terpampang gambar
Fian sedang duduk di taman sambil membaca Al-Qur’an, para peserta perempuan
histeris. “Karena gak ada yang tahu, kapan nyawa kita dicabut malaikat Izrail.”
Gambar berubah menjadi gundukan tanah yang ditaburi bunga, “Dan saat itu, amal
kita gak lagi diterima.” Tutup Daffa.
Sebutir
bening menetes di pipi salah seorang peserta, ia menoleh kanan kiri. Ternyata
disekelilingnya atmosfer berubah hening, semua hanyut dengan pikiran masing-masing.
Wahyu muncul dengan tepuk tangan, diikuti semua peserta yang tadi sempat
tersihir dengan film buatan Daffa.
Fian
mengacungkan dua jempol untuk sahabatnya, menepuk-nepuk punggungnya. “Loe emang
berbakat, Daf! Keren.”
Daffa meringis, “Rin,
gak marah kan?” Arin mengangkat bahu, “Awalnya saya pengen lempar kamu pake pot
bunga, tapi… filmnya bagus kok, menginspirasi.”
“Jadi
gak jadi kan lempar potnya? Kalo gitu, lempar saya pake bunganya aja gimana?
Hehe..” Daffa ngibrit setelah menggoda Airin.
“DAFFA….!”
***
Acara
ditutup dengan beberapa lagu karya Maher Zein, Yusuf Islam, dan Michael Heart yang dibawakan oleh Fire
Band, dua vokalis cewek yang biasanya menggunakan hotpans dan kaos ketat itu
kini menggunakan jilbab sesuai request
Fian. Lagu terakhir dibawakan kolaborasi antara Fian dan Fire Band. Applause penonton begitu meriah.
Beberapa mengucapkan selamat atas suksesnya acara launcing LDF kali ini.
Beberapa mengucapkan terimakasih atas pengingatannya. Mengangkat dua jempolnya.
Mengatakan salut kepada panitia. Airin tersenyum, ada sebuncah rasa syukur di
dadanya.*** [*Dezti
Adzkia; diBawahLangit, 24 Juli 2011]
*Desti Adzkia merupakan nama lengkap
dari Desti Astuti, sarjana peternakan IPB angkatan 2007. Pernah diamanahkan
sebagai ketua keputrian LDF Famm Al An’aam Fak Peternakan IPB tahun 2009/2010. Dapat
dihubungi via twitter @onlydesti, blog aliyaadzkia.blogspot.com, facebook Desti
Adzkia (ukh_deztie88@yahoo.com) dan
085717126337.