ORANG-ORANG
ANEH
Malam itu malam minggu
gerimis. Berdua satu sepeda motor dengannya. Kami duduk merapat. Penuh rasa deg-degan dan.... Eits, aku tidak sedang bercerita tentang orang pacaran. Ini adalah ceritaku
tentang dua orang paling aneh dalam hidupku. Salah satu dari dua orang itu
ialah yang kubonceng malam itu. Kak Bay. Itulah panggilan akrab kesukaannya,
walaupun aku lebih suka memanggilnya akh[1]
Bayu, lebih sopan rasanya. Saat itu, kami berdua hendak pergi ke acara
“spektakuler”-nya Bang Rommi, begitu juga ia ingin dipanggil, walaupun aku
lebih senang memanggilnya akh Rommi.
Ya, akh Rommi adalah orang aneh yang
kedua. Nanti aku ceritakan kenapa aku sebut acara akh Rommi itu “spektakuler”. Dua orang ini adalah orang yang
merubah pandanganku 180 derajat tentang aktivis dakwah kampus. Tadinya kupikir
aktivis dakwah itu kaku-kaku, formal-formal, dan ketat sekali dalam bergaul, tetapi
ternyata setelah bertemu dan menjalani satu kepengurusan dengan mereka di LSO
PM UKKI Unsoed[2], aku
merasakan hal sangat berbeda dari dugaanku.
Cerita
ini bermula saat pertemuan kami di suatu pagi mendung dingin di awal Maret 2010.
Serambi Masjid Kampus NU[3] menjadi
saksi bisu pertemuan kami. Akh Rommi,
ia sudah kukenal semenjak masuk masa ospek di kampus dulu. Orang Betawi asli
ini adalah mantan Ketua Umum LDF Salam[4] Fakultas
Peternakan. Orangnya putih, kurus, tidak terlalu tinggi, rambut lurus agak
bergelombangnya ia buat belah tengah, dan satu lagi, ia memiliki tampang sangat
melankolis. Tak pernah kutemui sebelumnya orang berpenampilan culun sekaligus
bertampang semelankolis dia. Akh Bayu,
orangnya ganteng, bicaranya renyah, perawakannya sedang, dan jalannya yang tak
seimbang merupakan ciri khasnya.
Aku
menunggu hampir 45 menit dari jadwal yang dijanjikan, barulah setelah itu
mereka mucul dengan sepeda motor khas tahun 80-an, baik suaranya maupun body-nya. Tak elit sama sekali, tetapi terkesan
antik.
“Assalamualaikum,
wah... luar biasa akh Asep, uda stand by[5] di sini. Maaf ya Sep, tadi saya nunggu
Bayu dulu, nggak nunggu lama kan?”, Akh
Rommi mengeluarkan jurus terampuhnya untuk diberi maaf: Pujian dan senyuman.
“Waalaikumsalam
warahmatullah, iya akh, gak apa-apa”,
jawabku enteng.
“Kenalkan,
ini Bayu, Fakultas Hukum angkatan 2008 ekstensi, walaupun die angkatan 2008, tapi masalah usia tetep mudaan
gua” Akh Rommi mengenalkan dengan
candaan khasnya.
Arizma
Bayu Suwito. Itu nama lengkapnya. Pertama kali yang ia lakukan ketika kami bertemu
adalah ia memelukku kanan kiri
“Bayu”,
ia mengenalkan dirinya, tetapi, setelah itu apa coba yang ia katakan,
“Kurang
ajar lu Mi, maen buka rahasia ni... walaupun beda dikit ma Rommi, tapi tampangku
nggak jauh beda ma anak 2009 kan Sep, haha...” Sejak saat itu aku putuskan:
mereka berdua orang yang aneh.
“Oke,
kita mulai aja syuro-nya, akh Asep, antum moderatornya ya?”
Mereka
sama sekali tidak punya kepekaan bahasa. Mereka seperti tidak tahu mana kata
ganti diri yang lebih sopan antara “Aku” dan “Saya”, khususnya saat syuro. Ah apalagi kata ganti “Gua”,
sangat kasar menurutku. Diibaratkan kalau dalam bahasa Sunda, terjemahan dari “Saya”
itu Abdi, kata ganti diri yang paling
sopan dan paling dianjurkan ketika berbicara dengan orang yang kita hormati. Kata
ganti “Aku” terjemahannya adalah Urang,
kata ganti ini sebaiknya digunakan dalam percakapan sehari-hari dengan teman
sebaya saja, tidak untuk digunakan ketika berbicara dengan orang yang kita
hormati ataupun dalam acara formal. Sering sekali mereka memakai kata ganti
“Gua”, bagiku yang orang Sunda, terjemahannya adalah Áing, itu adalah kata ganti diri dengan kasta paling rendah dalam Undak-usuk Basa[6]
pada bahasa Sunda. Kata-kata itu adalah kata-kata paling kasar untuk kata ganti
diri dan sangat tidak layak untuk diucapkan sesama teman untuk saling
menghormati apalagi dalam forum seperti syuro. Tak
hanya itu, mereka juga terlalu santai dalam ber-syuro. Sebentar, apakah aku yang memang terlalu kaku?
“Aku
pengen ngadain acara Seminar Internasional, temanya tentang Pemuda dan Palestina,
aku punya link ke Ustadz Ferry Nur, beliau ketua KISPA, Komite Indonesia untuk
Solidaritas Palestina. Kabarnya, beliau dan orang-orang KISPA sedang menggalang
bantuan buat dikirim ke Palestina waktu dekat ini, pengennya setelah ia pulang
dari sana, beliau bisa ngisi di acara kita ini. Jadi sekalian beliau bisa
menceritakan pengalamannya di sana. Satu lagi pembicaranya mantan Dubes[7]
Irak, Pak Dachlan, dia Bokap-nya
temenku. Aku pengen kolabarisiin
mereka untuk membuka mata para pemuda, khususnya pemuda Indonesia. Tau lah di
Timur Tengah sana para pemudanya mati-matian bela akidah, mereka gigih
mempertahankan harga diri mereka sebagai seorang muslim, eh pemuda Indonesia
yang notebenenya negeri muslim terbesar kebanyakan malah jadi anak hedon[8].”
Layaknya seperti orang yang sedang berorasi, Akh Bayu memaparkan mimpi besarnya kepada kami dengan semangat,
mungkin untuk menunjukkan bahwa mimpinya layak untuk dijadikan salah satu Proker[9] LSO
PM dikepengurusan ini.
“Hubungannya
dengan kita sebagai pemakmur masjid apa Akh?”
tanyaku.
“Dulu
di zaman Nabi Saw, masjid itu tidak hanya sebagai tempat ibadah saja, tapi
untuk merancang strategi perang juga. Kenapa nggak kita adain acara seminar itu
di sini. Gimana?”
“Saya
ragu Akh, apa itu bisa dizinkan sama
ketua takmir[10]?”
“Dulu
di sini pernah diselenggarain acara Tabligh Akbar Ustadz Arifin Ilham, peserta
sampai membludak ke jalan. Tapi itu memang Tabligh Akbar, bukan seminar.” Akh Rommi menjelaskan.
“Iya,
Gua inget. Gua pernah dapet ceritanya. Kenapa tidak coba dulu? Mungkin ketika kita
bisa mem-booming-kan acara ini sampai
ke stasiun TV nasional, nama Unsoed sendiri bisa terangkat. Kita juga bisa
minta ketua takmirnya buat ngisi sambutan. Gimana?”
“Kira-kira
mau ngapain ngadainnya?” tanya akh Rommi.
“Awal
Juni, kayaknya beliau uda pulang dari sana, jadi nggak mepet acara PMB juga, 3
bulan ini kita manfaatin buat matengin konsep dan sebar proposal.”
Aku
begitu terpukau dengan rencana besarnya Akh
Bayu. Cukup masuk akal dan sangat
menantang. Walaupun begitu, ada hal lain yang membuatku penasaran: Kenapa akh Bayu kadang pake kata ganti”Aku”,
kadang “Gua”.
Aku
melihat Akh Rommi menarik napas
panjang. Kupikir ia sudah sangat lelah menjalani amanah tahun lalu sebagai
ketua LDF dan tahun ini ia harus berlelah-lelah lagi menjalankan proker besar
ini, bahkan mungkin ini juga pertama bagi akh
Rommi. Tetapi, kupikir bukanlah seorang kader dakwah kalau takut dengan
tantangan, apalagi bila acara ini sukses, ada pesan besar yang akan
tersampaikan ke khalayak ramai dan efek manfaat acara ini akan benar-banar membuat
perubahan pikirku.
“Bismillah... kita ambil ini menjadi
salah satu Proker kita. Tapi karena acara ini kita adain di awal Juni, berarti kita
harus mulai gerak dari sekarang. Sekarang Maret, berarti tinggal 3 bulan lagi.”
Aku
senang sekali saat itu, akh Rommi
memberikan jawaban yang memuaskan dan sangat bijak. Kupikir ini akan menjadi
pengalaman pertamaku menjadi panitia untuk acara taraf internasional. Memang
sejak awal masuk kuliah, aku sudah berniat untuk ikut organisasi, dan di
organisasi kerohanian Islamlah yang membuatku nyaman untuk berkembang. Aku
ingin balas dendam, karena di SMA tak pernah satupun organisasi yang aku ikuti.
Aku harus bisa berorganisasi. Itu tekadku sejak awal. Dan semenjak saat itu,
mimpi menyelenggarakan acara seminar internasional untuk pemuda dan palestina
ini sudah sah menjadi mimpi kami bertiga.
*
* *
Sekitar
satu bulan kemudian...
“Gimana ni Akh?” desakku ke akh Bayu.
“Aku
juga gregetan sama anak-anak UKKI,
sih kerjanya ngapain? Acara gede kayak gini belum ada geraknya, tinggal dua
bulan lagi coba”
“Anak
UKKI banyakan lagi fokus di rangkaian acara Islamic’s
Day, walaupun emang kesepakatan awal acara seminar kita ini masuk dalam
agenda kepanitiaan besar itu, tapi kebayakan mereka memang lagi fokus di acara
lain seperti bazar yang kekurangan peminat, Islamic
Competition yang harus nyari-nyari pesertanya, dan memang kebanyakan panitia
lagi sibuk-sibuknya di akademik. Ustadz Ferry Nur gimana?”
“Minggu
kemaren aku hubungi, kabarnya ia sudah berangkat. Katanya ia mau di sana sekitar
2 bulan. Kita harus konsep ulang. Tapi, ntar aku tanya anak lain dulu gimana
jalan keluarnya, Rommi juga gak tahu kemana dia”
“Akh Rommi sibuk di TPQ[11]-nya
kayaknya”
“Ya
uda, nanti tak coba hubungi lagi, kasian juga sih panitia, ngerasa dulu juga
pas SMA aku ngadain acara kayak gituan, cape banget, tapi alhamdulillah sukses
besar, tapi aku nggak habis pikir, uda tahu PKM[12] itu
sepi, masih mau mereka ngadain bazar disana”
“Mudah-mudahan
banyak pelajaran”
*
* *
Serangan tentara Israel ke Kapal Mavi Marmara yang sedang
menuju Jalur Gaza, Palestina, Senin, 31 Mei kemarin, membuat korban berjatuhan.
Lebih dari 500 aktivis dan relawan dari 30 negara yang sedang berada di
perairan internasional tak berkutik. Menurut versi Israel korban tewas
berjumlah sembilan orang. Namun, versi para relawan menyatakan 19 orang tewas
ditembak...
Sejumlah relawan Indonesia yang ikut dalam misi kemanusiaan
di kapal tersebut antara lain dari Tim MER-C, KISPA dan Sahabat Al Aqhsa, dan
Hidayatullah.com. Mereka adalah Ferry Nur, Muhendri Muchtar, Hardjito Warno,
dan Oktaviano ikut dalam tim KISPA. Hingga kini, 12 WNI masih ditahan
Pemerintah Israel.
Hampir
tak percaya ketika pertama kali mendengar berita ini di TV. Ustadz Ferry Nur
yang sedianya akan kami undang ke Purwokerto, sekarang sedang berjibaku dengan
tentara Israel laknatullah di lautan sana
menuju Palestina. Ada perasaan aneh menghampiriku. Geram, marah, kesal, sekaligus
prihatin. Perasaan ini membuatku bertekad: Aku juga harus melakukan sesuatu
untuk Palestina, semampuku, aku harus menyukseskan acara seminar Internasional
ini.
*
* *
Pertolongan
Allah memang selalu datang tanpa bisa diduga kapan dan darimana datang. Dua
minggu sebelum hari-H, pak Adhyaksa Dault berkenan hadir ke acara kami. Setelah
diskusi panjang lebar dan pelobian ke berbagai pihak, akhirnya acara ini
berubah nama menjadi Talkshow Kepemudaan. Pak Dachlan Abdul Hamied, mantan
Dubes Irak pun bersedia menjadi pembicara mendampingi mantan Menpora[13]
itu. Pak Totok Agung, ketua LPPM[14]
Unsoed bersedia menjadi moderatornya. UKI[15]
Fakultas Hukum, UKI Fakultas Ekonomi, dan Salam Fakultas Peternakan menjadi
mitra kami dalam kepanitiaan.
Tepat
tanggal 12 Juni 2010, acara berlangsung di Aula Gedung Yustisia III Fakultas
Hukum. Peserta datang melebihi kouta, bahkan ada beberapa yang terpaksa kami
tolak. Dana yang semula nihil, alhamdulillah
malah bisa profit dan menutupi kerugian rangkaian acara Islamic Day UKKI. Sehari sebelumnya akh Bayu sempat sakit, tetapi alhamdulillah,
ada akh Rommi yang memang sejak satu
bulan lalu adalah orang yang paling fokus di acara ini, sampai saat hari-H pun,
ia lah yang menjadi koordinator pelaksananya. Aku. Saat itu aku memutuskan
untuk tidak hanya bersemangat menyelenggralan acara besar, tetapi juga mengenai
manajerial kepanitiaan. Tepatnya kepanitiaan dadakan.
*
* *
Malam
minggu gerimis itu sangat mirip dengan malam ketika kami bertiga pulang dari
acara pembubaran panitia, kami sama-sama bertakbir sekeras-kerasnya,
“Allahukabar!!!
Allahuakbar!!!”, suara itu
seolah-olah membuka ruang antara motor yang kami kendarai dengan tetesan air
langit, seakan-akan ada slow motion
saat itu. Suasana aneh itu, perasaan aneh itu: Indah.
“Innallaha ma’na!!! Innallaha ma’ana!!!” Teriakan
akh Bayu ini membuatku semakin
tenggelam dalam suasana haru. Inilah hasil dan kesimpulan dari usaha kami
berbulan-bulan: Innallaha ma’ana.
Sesungguhnya Allah bersama kita.
Kami
berdua hampir telat datang ke acara “spektakuler”-nya akh Rommi itu. Alhamdulillah ternyata berkat telat,
kami jadi duduk di barisan paling depan, tepat di depan kami ada ia yang akan
melaksanakan ijab-qabul. Ya, acara spektakuler itu adalah walimahannya akh
Rommi. Ia memberanikan diri menikah muda, yang menjadi spektakuler adalah karena
tak banyak aktivis dakwah kampus yang seberaninya. Memang, sejak awal ia orang
yang aneh. Akh Bayu juga, ia sempat
meneteskan air mata ketika ijab-qabul itu selesai dengan sah. Dasar orang aneh.
Aku sendiri? Mungkin, aku sudah ketularan aneh mereka.
Ya, Akh Rommi dan Akh Bayu. Dua orang yang sepenuhnya telah merubah pandanganku
tentang aktivis dakwah kampus. Aktivis dakwah kampus tidak harus selalu kaku
dengan bahasa ana-antum-nya ataupun
dengan gaya ekslusifnya. Aktivis dakwah kampus haruslah mampu bergaul dengan
siapapun, berhumanis dengan siapapun. Dan yang paling penting bukanlah seberapa
alim gaya bergaul kita, ataupun seberapa banyak pemahaman kita tentang Islam,
tapi yang paling penting adalah seberapa besar kontribusi kita untuk dakwah,
untuk kebaikan seluruh umat manusia atas pemahaman yang kita miliki.
Purwokerto,
30 April 2012
Asep Koharudin
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Angkatan 2009
@sepkoh91
Kepala Bidang Syiar Salam Fapet Unsoed
Staf Biro Kewirausahaan UKKI Unsoed
[1] Panggilan akrab kepada laki-laki dikalangan aktivis dakwah
[2] Lembaga Semi Otonom Pemberdayaan Masjid Unit Kegiatan Kerohanian Islam
Universitas Jenderal Soedirman
[3] Nurul Ulum
[4] Lembaga Dakwah Fakultas Persaudaraan Islam
[5] Hadir
[6] Tatakrama berbahasa
[7] Duta Besar
[8] Orang yang menganggap hidup hanya untuk senang-senang
[9] Program Kerja
[10] Pengurus Masjid
[11] Taman Pendidikan Qur’an, tempat belajar membaca al-Quran bagi
anak-anak
[12] Pusat Kegiatan Mahasiswa
[13] Menteri Pemuda dan Olah raga
[14] Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
[15] Unit Kerohanian Islam