Mencintai dan dicintai adalah fitrah dalam diri manusia. Perasaan itu
disematkan oleh Allah agar manusia mampu berkasih sayang, peduli, juga
menjadikan kehidupan dalam timbangan harmoni..
Cinta pertama yang
dirasakan manusia adalah orang tua kepada anaknya, karena di sana ada
cinta dan kasih sayang totalitas tanpa mengharapkan imbalan satu peser
pun. Cukuplah tawa dan kebahagiaan yang mampu membayar itu semua. Tak
cukup sampai di situ saja, bahkan ketika anak menjadi sakit dan
menyusahkan orang tuanya setiap malam, tak mengurangi sedikit pun
perasaan bahagia dalam mengurusnya. Itulah rahmat Allah, berupa
ketenangan dan ketenteraman jiwa ketika mampu mengurus dan memenuhi
kebutuhan anaknya..
Cinta berikutnya meningkat ketika masa
remaja. Orang bilang, di sinilah waktunya menebar pesona, mencoba-coba
jalinan tali kasih antar dua lawan jenis anak manusia, persiapan
penjajagan untuk berumah tangga, katanya..
Tapi siapa sangka,
ternyata ada yang salah dengan cinta. Oh bukan cinta yang salah, tapi
pelaku dari orang yang tengah dimabuk asmara. Pikirnya, cinta adalah
ketika setiap waktu terbayang, degub jantung mengencang ketika mendengar
namanya disebut, apalagi melihat parasnya, darah berdesir tak karuan
adanya..
Cinta itu suci pada mulanya, ingin saling berbagi, ingin
saling mengasihi, ingin saling memadu hati, sehingga nyaman dan
tenteram hidup ini, dan akhirnya kata “jadian” dan istilah “pacaran”
mulai melabel pada kedua insan yang tak mampu menahan diri.
Menurut kebanyakan orang, pacaran memang sebuah hal yang wajar,
bahkan sebagian orang mewajibkannya dengan tujuan mengenal calon
pendamping hidup secara lebih dalam, agar tidak salah pilih dan menyesal
di kemudian hari..
Sepakat lah untuk mengenal, tapi mari kita katakan bersama, TIDAK DENGAN PACARAN..
Cinta Jangan Dihinakan..
Karena
cinta yang suci, tak mungkin dinodai dengan cinta palsu yang
berlandaskan nafsu naluri. Etika pergaulan antara laki-laki dan
perempuan ada batasnya, tidak serba bebas, tidak elok berpegangan tangan
kesana dan kemari, sampai harus cium pipi kanan dan kiri, kalau
ternyata tidak ada jaminan menjadi suami dan isteri..
Cinta Jangan Dihinakan..
Ketika
pun telah ada lamaran, dan kemudian status berpindah dari “pacaran”
menjadi “tunangan”, itu pun tak menghalalkan apa yang telah diharamkan
oleh agama. “Walaa taqrobudzdzinaa.., Dan janganlah kamu mendekati zina”
(Q.S Al Isra’:32), begitulah pesan Allah kepada hamba-Nya yang beriman.
“Tapi pacaran kan tidak berzina?” Ungkap seseorang yang mencoba
membantah karena tidak terima. Lalu mau dengan cara bagaimana kita
menafsirkan “mendekati zina” diantara realita pacaran yang aktivitasnya
telah tak menghiraukan norma-norma, kemudian dianggap sebagai kebiasaan
yang sewajarnya..
Cinta Jangan Dihinakan..
Wallahi.. Bukan
ingin mengecam atau mencela mereka yang tengah berpacaran memadu kasih
dan cinta. Tapi ini hanyalah sebuah pesan, bagi diri pribadi dan semoga
bermanfaat jika memang benar substansinya. Mari menjaga diri, sadarilah
bahwa kita tidak sendiri. Laki-laki yang baik, untuk wanita yang
baik-baik, dan begitu pula sebaliknya..
Maka, ketika kita tengah
menyibukkan diri untuk perbaikan diri secara berkelanjutan, yakinlah
bahwa jauh di sana telah ada seseorang yang tak akan pernah tertukar
jodohnya, juga tengah sibuk memperbaiki dirinya, untuk konsisten menjaga
kesucian hati dan fisiknya, hanya untuk yang halal, sesuai perintah
Allah azza wa jalla..
Selamat hari Rabu pagi. Mohon maaf atas
segala khilaf yang tak disengaja, semoga bisa bertemu kembali di suasana
yang berbeda, lebih baik tentu inginnya. Selamat menunaikan ibadah
puasa Ramadhan 1434 Hijriah. Jadikan Ramadhan sebagai momentum
melejitkan potensi diri.
Salam hangat dan semangat selalu dalam dekapan ukhuwwah.
Joko Setiawan, S.ST.
A Social Worker, An Activist, A Community Developer