Perebutan kepimilikan
budaya menjadi bagian unik dalam kehidupan yang sobat birulangitid harus tau. Banyak negara
berlomba-lomba memastikan bahwa budaya yang mereka miliki adalah sebuah kekayaan
yang harus di daftarkan ke UNESCO. Ada kabar gembira buat kita semua, baru-baru
ini Pencak Silat secara resmi masuk dalam daftar Representatif Warisan Budaya
Takbenda untuk Kemanusiaan oleh United Nations of Educational, Scientific, and
Cultural Organization (UNESCO).
Dikutip dari kemdikbud.go.id Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengapresiasi
berbagai pihak yang telah memperjuangkan tradisi pencak silat masuk ke dalam
Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan oleh United
Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).
Prosesnya sampai
terdaftarnya Pebcak Silat sangat panjang, sejak 2017 secara formal Kemendikbud
membawa usulan masyarakat kepada UNESCO agar pencak silat dimasukkan dalam
daftar representatif warisan budaya takbenda untuk kemanusiaan. Pengusulan
(tradisi) pencak silat untuk dimasukkan ke dalam representative list UNESCO
dimulai dari inisiatif komunitas yang terdiri atas Masyarakat Pencak Silat
Indonesia (MASPI), perwakilan perguruan dari Sumatera Barat, Jawa Barat, DKI
Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, dengan dukungan penuh dari
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hilmar Farid menekankan
bahwa selanjutnya yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat melestarikan
tradisi pencak silat, karena UNESCO akan memantau hal tersebut secara
berkelanjutan. UNESCO akan melihat tradisi ini berkembang atau tidak. Itulah
yang dinilai dari waktu ke waktu, sejauh mana masyarakat itu masih menghidupkan
praktek kebudayaan itu.
Pengakuan tradisi pencak
silat di mata dunia sudah semestinya menjadi momentum untuk melindungi,
mempromosikan, dan mengedukasi generasi penerus bangsa sebagai kontribusi bagi
peradaban dunia. Pesan Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia
untuk UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pencapaian tradisi pencak
silat di pentas dunia, kata Hilmar, sangat penting karena pencak silat dinilai
telah berkontribusi dalam peradaban dunia. Capaian ini diharapkan menjadi
manfaat bagi bangsa Indonesia untuk lebih mempopulerkan tradisi pencak silat
melalui tarian dan film. "Pencak itu kan sangat menarik perhatian, banyak
pesilat yang kita kirim ke luar negeri. Banyak film yang saat ini koreografinya
silat. Semoga semakin banyak pesilat yang bisa berkontribusi membawa budaya
Indonesia ke luar negeri karena dengan pencapaian ini, publik di luar juga
makin mengenal tradisi pencak silat".
Sebelumnya, dukungan
terhadap pelestarian tradisi pencak silat sudah dilakukan. "Kita membantu
pesilat kita untuk berkesempatan tampil di luar negeri. Selain itu, kita telah
menyelenggarakan Festival Silat, tahun depan untuk yang ketiga kalinya, dengan
begitu jelas akan meningkatkan semangat teman-teman di daerah karena melibatkan
pemerintah daerah juga."
Sebagai upaya pelestarian,
Pendiri Masyarakat Pencak Silat Indonesia (MPSI) Wahdat Mardi Yuana
mengungkapkan, pihaknya sudah mengadakan temu pendekar, workshop dan temu
tokoh. "Kami pun mulai rajin mendokumentasikan. Pencatatan dan pengkajian,
kita upayakan teman-teman silat kita lebih cerdas dalam hal ini. Tahun depan
ada 12 pertemuan yang melibatkan lebih dari 40 aliran di Indonesia," kata
Wahdat yang optimis pencak silat akan masuk sebagai salah satu cabang dalam
Olimpiade tahun 2032.
Arief Rachman mendukung
upaya MPSI dalam melestarikan tradisi pencak silat. Ia berharap adanya upaya
yang jauh lebih luas dan masif sehingga tradisi ini makin dikenal dan dinikmati
oleh makin banyak masyarakat dunia. "Dokumentasi jangan hanya mengumpulkan
data tentang pencak silat tapi juga melakukan kajian ilmiah yang selanjutnya
diterjemahkan dalam beragam bahasa," tekan Arief Rahman di hadapan media
massa.
Selain itu, Wahdat
mengungkapkan harapannya supaya pemerintahan dapat membantu memposisikan
tradisi pencak silat pada level pemanfaatan dan pelestarian yang lebih besar.
"Jika pemerintah sudah menginstruksikan pada satu instansi misalnya untuk
menerapkan pencak silat maka dampak pelestarian atas tradisi ini terasa lebih
signifikan. Tidak perlu muatan lokal, bahkan itu sudah menjadi muatan wajib."
Sidang ke-14 Komite Warisan
Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, pada Kamis, 12 Desember 2019 telah
menetapkan usulan Indonesia yaitu tradisi pencak silat (traditions of pencak
silat) ke dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage of
Humanity, UNESCO.
Sidang Komite Warisan
Budaya Takbenda UNESCO dihadiri delegasi Indonesia yang terdiri atas Deputi
Wakil Tetap RI untuk UNESCO, Surya Putra Rosa, sebagai ketua; Duta Besar
Indonesia untuk Kolombia, Priyo Iswanto; Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya,
Nadjamuddin Ramly; Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, dan; sejumlah staf
dari Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Secara luas Pencak Silat
dikenal sebagai jenis seni bela diri yang diwariskan dari generasi ke generasi
di Indonesia. Istilah pencak silat adalah penggabungan dua kata, yakni pencak
dan silat. Jika istilah pencak lebih dikenal di Jawa maka istilah silat lebih
dikenal di Sumatera Barat. Sekalipun mirip dalam pemikiran dan prakteknya, masing-masing
memiliki kekhasan dari segi gerak, musik pengiring, dan peralatan pendukung.
Perbedaan Silat dan Tradisi
Pencak Silat
Secara filosofis, tradisi
pencak silat menonjolkan gerak dan bunyi. Secara turun-temurun, masyarakat
selama masa itu membentuk cara pengendalian diri melalui tradisi pencak silat.
Hilmar Farid menjelaskan,
terdapat perbedaan yang signifikan antara silat yang diusulkan Malaysia dan
tradisi pencak silat Indonesia. "Silat di Malaysia adalah seni bela diri
yang arahnya lebih kepada olahraga. Tradisi pencak silat yang kita usulkan
lebih fokus kepada filosofi sehingga menurut kita sangat erat kaitannya dengan
deskripsi warisan budaya tak benda UNESCO untuk kemanusiaan."
Menjawab keterkaitan antara
tradisi pencak silat dengan kemanusiaan, Hilmar Farid menjelaskan, landasan
adanya Konvensi UNESCO tahun 2003 berfokus pada warisan budaya intangible.
Dalam hal ini UNESCO melihat praktek-praktek yang ada di masyarakat yang bisa
berkontribusi terhadap kemanusiaan. "Warisan budaya jumlahnya banyak
sekali, sementara yang menyumbang pada perdamaian, stabilitas, pembangunan, dan
kemanusiaan itu -selected_ (terbatas). Makanya namanya representative list
yaitu daftar berbagai macam praktek terpilih yang tujuannya untuk kemanusiaan.
"Intagibel culture of
heritage dalam perspektifnya UNESCO (adalah tradisi) milik masyarakat, bukan
milik negara. Mereka tidak melihat negara ini sebagai pemilik eksklusif dari
budayanya, tapi warisan budaya takbenda itu miliknya masyarakat."
"Masyarakat kita kan
mobile, 100 tahun yang lalu masyarakat berpindah, dibawa juga kebudayaannya ke
sana sehingga di daerah lain juga tumbuh. Negara ini (Indonesia) menjadi
fasilitator yang mengantar usulan masyarakat itu ke sidangnya UNESCO,"
lanjutnya.
Merujuk pada laporan Surya
Rosa Putra dari Kolombia bahwa Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO dalam
sidang menyampaikan apresiasinya terhadap maraknya kegiatan berupa festival
yang tidak hanya merupakan bentuk pelestarian tapi lebih jauh mendorong
persaudaraan lintas wilayah di antara komunitas pencak silat di Indonesia dan
di dunia internasional.
Dengan ditetapkannya
tradisi pencak silat, maka Indonesia telah memiliki sembilan elemen budaya
dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Delapan elemen yang telah terdaftar
sebelumnya adalah Wayang (2008); Keris (2008); Batik (2009); Angklung (2010);
Tari Saman (2011); Noken Papua (2012); Tiga Genre Tari Tradisional di Bali
(2015); Pinisi, seni pembuatan perahu dari Sulawesi Selatan (2017); ditambah
satu program terbaik yaitu Pendidikan dan Pelatihan Batik di Museum Batik
Pekalongan (2009).
Tradisi Pencak Silat
Menguatkan Pendidikan Karakter Indonesia
Dalam kesempatan yang
berbeda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim bangga
atas masuknya tradisi pencak silat sebagai warisan budaya takbenda bidang
kemanusiaan versi UNESCO. “Dimasukkannya pencak silat dalam representative list
UNESCO tentu adalah kebanggaan bagi kita semua. Perjuangan yang panjang
akhirnya membuahkan hasil.”
Menurutnya, ada empat aspek
pencak silat, yakni mental-spiritual, pertahanan diri, seni, dan olahraga, yang
membuatnya tercatat sebagai salah satu warisan budaya takbenda (intangible
cultural heritage) masyarakat Indonesia. “Pencak Silat adalah warisan budaya
masyarakat Indonesia yang masih terus hidup sampai sekarang dan sangat bernilai
dalam pembentukan jati diri dan karakter di Indonesia,” ujarnya.
Dirjen Hilmar menyampaikan
betapa tradisi pencak silat mampu menguatkan karakter berbudaya di Indonesia
karena disinilah generasi muda diajarkan mengendalikan diri, tubuh, dan emosi.
Terbukti dengan banyak sekolah yang sudah menjadikan Pencak sebagai
ekstrakurikuler.
"Jika anak-anak
mendapat pelatihan yang baik, maka dimensi saling memahami dan toleransi akan
terbangun. Kita lihat bahwa di perguruan pencak silat, pengendalian diri itu
sangat ditekankan. Bahwa kamu punya kekuatan hebat secara fisik justru harus
membuat kamu semakin merendah. Nilai inilah yang berkontribusi besar dalam
ketahanan budaya," terang Hilmar.
Menurut Hilmar, pencak
silat adalah suatu tradisi yang membuat orang dan masyarakat bisa mengendalikan
segala macam impuls (rangsangan) dan mengarahkannya menjadi energi positif.
"Kalau itu dilakukan kita akan memiliki kehidupan sosial yang penuh
kerukunan dan solidaritas. Tradisi pencak silat dianggap bisa berkontribusi
terhadap bidang kemanusiaan tersebut," ujar Hilmar.
Kemendikbud sebagai
institusi Pemerintah yang menaungi pemberdayaan tradisi, mempunyai tugas
penting untuk mengintegrasikan pencak silat dalam pendidikan karakter. Sebagai
langkah awal, Kemendikbud akan menyelenggarakan pertemuan dengan semua
komunitas pencak silat dan Kementerian Pemuda dan Olahraga supaya amanah
pelestarian tradisi ini dapat berjalan dengan baik.
"Sekolah sudah banyak
yang menjadikan (tradisi) pencak silat sebagai ekstrakurikuler. Kita bisa
angkat jadi bagian atau komponen pendidikan karakter. Mudah-mudahan kita bisa
mengintegrasikannya ke dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),"
harapnya.
Di akhir taklimat media,
Arief Rachman menekankan besarnya kontribusi nilai tradisi pencak silat bagi
kerukunan sosial bermasyarakat. Tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat, ia merupakan identitas dari komunitas itu sendiri. "Jangan
lupa tradisi keterampilan dan adat istiadat ini perlu diwariskan,"
tutupnya. (*)
Sumber: kemdikbud.go.id