UGM patut dicontoh ni sobat Birulangitid, hangatnya isu corona sehingga membuat persedian handsanitizer dan masker jadi langka di pasaran. Karena langka ini maka UGM memproduksi sendiri handsanitizer, penasaran bagaimana infonya lets cekidot.
Fakultas Farmasi UGM Produksi Hand Sanitizer untuk Mencukupi Kebutuhan Dalam Universitas |
Dikutip dari ugm.ac.id, Maraknya isu virus Corona atau Covid-19 sudah masuk Indonesia membuat
masyarakat mencari masker serta hand sanitizer (cairan pembersih
tangan) sebagai upaya antisipasi pencegahan. Akibatnya, kedua barang
tersebut menjadi barang langka dan kalau pun ada harganya cukup mahal.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Agung Endro Nugroho, M.Si., Ph.D.,
Apt., mengaku terus berkomitmen mendukung upaya pencegahan
penyakit-penyakit menular, salah satunya dalam menghadapi isu infeksi
dari COVID-19.
“Pertama, mengadakan kuliah tamu mengenalkan Corona Virus dan
Penanganannya. Kedua, secara internal karena fakultas ini juga terkait
dengan teknologi kefarmasian maka kemudian memproduksi sendiri hand
sanitizer untuk kebutuhan fakultas," katanya, di Laboratorium Manajemen
Farmasi dan Farmasi Masyarakat, Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi
UGM, Senin (9/3).
Hanya saja terkait hand sanitizer ini kemudian menjadi viral. Lantas,
beberapa unit, fakultas, bahkan universitas kemudian melakukan
pemesanan atau mengajukan permintaan berkaitan dengan pengadaan hand
sanitizer.
“Kita tidak keberatan dalam waktu pendek ini memproduksi hand
sanitizer untuk kebutuhan fakultas, unit-unit, universitas dan
lain-lain. Hanya saja, kita mengusulkan ini tidak saja program jangka
pendek, tetapi program jangka panjang untuk mendukung program health
promoting university," katanya.
Untuk jangka panjang, kata Agung, Fakultas Farmasi merekomendasikan
yang berkaitan dengan kefarmasian ini kepada Apotek UGM untuk
memproduksi dalam jumlah yang banyak agar bisa berkesinambungan. Apotek
UGM ini juga berafiliasi dengan Fakultas Farmasi UGM dan beberapa dosen
ditugaskan di apotek tersebut untuk melakukan pembinaan.
Agung mengakui untuk mencukupi kebutuhan dalam jangka pendek saat
ini, Fakultas Farmasi UGM melalui Laboratorium Manajemen Farmasi dan
Farmasi Masyarakat, Departemen Farmasetika terkendala bahan bakunya.
Meskipun masih bisa mendapatkan bahan-bahan baku pembuatannya masih
mahal sehingga produksinya terbatas jumlahnya.
“Per botolnya lebih mahal dibandingkan dengan hari-hari biasa. Ini
karena stok di lapangan mulai berkurang karena kebutuhan meningkat. Ini
hukum ekonomi karena kebutuhan meningkat, stok berkurang maka menjadi
mahal," tuturnya.
Tidak hanya bahan baku dan komposisi pembuat hand sanitizer, kini
botol kemasan pun mahal dan mulai menghilang dari pasar. Oleh karena
itu, diimbau agar unit-unit, fakultas atau universitas yang telah
memiliki produk hand sanitizer untuk tidak membuang kemasan botolnya.
“Dengan cara seperti itu maka cukup membeli isi ulangnya dan Fakultas
Farmasi UGM menyediakan isi ulang. Ke depan botol hand sanitizer dan
isi ulang akan disediakan oleh Apotek UGM," terangnya.
Muvita Rina Wati, M.Sc., Apt, dari Laboratorium Manajemen Farmasi dan
Farmasi Masyarakat, Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM
mengatakan permintaan hand sanitizer di kampus UGM akhir-akhir ini cukup
tinggi. Permintaan unit-unit, fakultas dan universitas sudah mencapai
500 – 700 liter.
Dari angka ini untuk beberapa pemesanan sudah dibatalkan terkait
bahan baku yang menipis dan pengemas botol pam menghilang dari pasaran.
Dengan demikian, bukan hanya mahal tetapi barangnya juga menghilang dari
pasaran.
“Harga botol normal dari sebelum Virus Corona dan belum ada
pemberitaan soal Corona ini hanya sekitar enam ribu rupiah, sekarang ini
mencapai 14 ribu, naik dua kali lipat, sudah sampai inden tapi
barangnya sampai sekarang belum ada kabar," katanya.
Muvita Rina mengaku pembuatan hand sanitizer cukup mudah dan
formulanya sederhana. Menurutnya, prinsip antiseptik untuk membasmi
mikroalga cukup dengan alkohol 60 persen.
Bahan-bahan lainnya antara lain gliserin, air dan hidrogenperoksida.
Bahan-bahan tersebut tidak perlu diuji coba lagi karena berdasar formula
dari WHO yang beberapa tahun lalu sudah pernah dirilis.
“Sudah ada bukti ilmiah terkait efektifitasnya sehingga kita
mengikuti rekomendasi tersebut. Untuk air dengan pake Aquadesh (air yang
disuling), juga pakai hidrogenperoksida dengan persentase sangat kecil
yaitu 0,25 persen," ujarnya.
Dari 500 – 700 liter kebutuhan hand sanitizer di UGM, Fakultas
Farmasi UGM dalam kondisi normal hanya mampu menghasilkan 200 liter
dalam waktu sehari. Oleh karena itu, jika ingin replikasi maka saat ini
cukup dengan alkohol dengan kadar minimal 60 persen.
“Ini alternatif karena mencari alkohol tidak sesulit mencari
antiseptik. Kalau mencarinya hand sanitizer atau antiseptik untuk tangan
di apotek akan lebih sulit. Dengan menggunakan alkohol 70 persen
sebenarnya sudah cukup. Hanya saja kalau tidak dicampur gliserin untuk
penggunaan sangat sering, kulit akan lebih kering," imbuhnya.