Oleh Dr Afrianto Daud
---
Birulangitid-Sebagai bentuk penghormatan kepada almarhum Ust. Mutammimul Ula yang wafat pada hari ini, serial #semacamkultum malam ini akan mengambil tema tentang beliau. Tentang apa yang bisa dipelajari dari sosok langka ini. Terutama bagaimana beliau membina keluarganya, mendidik sepuluh anak beliau.
Walau berinterakasi dengan beliau lebih banyak dari membaca kisah-kisah keluarga beliau di media, bagi saya sosok Ust. Tamim (begitu beliau lebih banyak disapa) adalah sosok yang luar biasa. Tak hanya dikenal sebagai sosok yang sederhana (ketika dulu beliau menjadi pejabat publik), yang paling banyak menginspirasi orang adalah keberhasilan beliau menjadi pemimpin keluarga.
Memiliki sepuluh anak di zaman seperti ini adalah sebuah prestasi sendiri. Tak banyak lagi keluarga yang siap menerima takdir Allah, menjalani segala jatuh bangun membesarkan anak sebanyak itu. Walaupun tetap banyak orang yang menganggap anak adalah anugerah, tetapi alam bawah sadar sebagian orang bisa saja menganggap anak itu merepotkan. Bikin susah. Menghambat karir dan sejenisnya. Sehingga lahirlah jargon ‘dua anak lebih baik’.
Saya tentu tidak sedang mengkampanyekan mari perbanyak anak sampai satu keseblasan sepak bola. Poin saya adalah, keberanian dan kerelaan orangtua dengan jumlah anaknya yang banyak adalah cermin dari keyakinannya kepada Tuhan sang pencipta. Bahwa Allah adalah Rabb, zat yang mengatur segalanya. Termasuk keyakinakan bahwa Allah adalah Maha Pemberi Rezeki bagi setiap kehidupan. Muslim dengan aqidah yang benar tidak mengenal rasa khwatir dengan rezeki yang telah Allah gariskan untuk hamba-hambanya. Tak satupun makhluk yang melata di bumi kecuali telah Allah jamin rezekinya (Q.S. Hud: 6).
Kekaguman banyak orang terhadap keluarga Ust. Tamim tentu tidaklah sekedar karena banyaknya jumlah anaknya. Lebih dari itu karena kesepuluh anak-anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang luar biasa. Istilah ‘tak semua padi itu boneh’ sepertinya tak berlaku bagi keluarga ini. Kesepuluh anak-anaknya adalah para penghapal Al-Quran di usia dini. Disamping juga berprestasi di bidang lain. Bersekolah di dalam dan di luar negeri. Menguasi ‘ilmu umum’ dan ‘ilmu agama’. Kini hasil didikan mereka sudah terasa kebermanfa’atannya untuk ummat. Salah satu anak beliau, misalnya, sering menjadi imam yang diundang banyak komunitas muslim di luar negeri.
Bagaimana Ust Tamim dan istri mendidik anak-anak mereka bisa sampai memiliki profil luar biasa itu? Di tengah kesibukannya menjadi aktivis, pejabat negara, dan tanggung jawab sosial lainnya, Ust Tamim menjalankan fungsi kepemimpinannya di dalam keluarga dengan baik.
Doktrin keluarga beliau adalah 'Al Quran adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat'. Oleh karenanya, beliau dan istri sangat serius mencarikan tempat belajar yang baik bagi anak-anaknya agar bisa dekat dengan Al-Quran sejak dini. Tak hanya pendidikan di sekolah tentu. Tapi, juga di rumah. Istri beliau adalah partner terbaik dalam mendidik anak-anak mereka dengan Al-Quran di rumah.
Doktrin dan keyakinan bahwa Al-Quran adalah kunci kebahagian dan keselamatan adalah sesuatu yang tak asing bagi kita. Muslim yang benar meyakini bahwa Al-Quran adalah petunjuk kehidupan (Q.S. 2: 185). Kitab yang tak ada keraguan padanya (Q.S. 2: 2). Kompas yang akan membawa manusia pada keselamatan hidup di dunia dan di akherat kelak. Masalah sebagian kita adalah tentang keseriusan kita menjadikan diri kita dekat dengan sang petunjuk itu. Jarang membukanya. Jarang membacanya. Apalagi memahami dan menghapalnya. Bagaimana mungkin sebuah kitab bisa menjadi petunjuk jika kitab itu jarang disentuh?
Balik ke keluarga Ust. Tamim, usaha mereka untuk mewujudkan visi keluarga agar anak-anak mereka hapal Quran dilakukan tidak main-main. Selain serius mencari pesantern terbaik buat anak-anak mereka dengan keliling pulau Jawa dan Madura, di rumah mereka menyiapkan kondisi yang mendukung anak untuk bisa dekat dengan Al-Quran. Tujuh tahun pernikahan mereka, misalnya, di rumah mereka tak ada televisi. Yang lebih sering terdengar adalah ayat-ayat murattal. Bukan tak bisa membeli telivisi, wong anggota DPR, tetapi karena mereka tahu bahwa televisi lebih banyak negatifnya untuk perkembangan anak-anak mereka.
Istri belau juga berperan sangat penting dalam mewujudkan visi keluarga. Sang ibu langsung menjadi guru pertama bagi anak-anaknya di rumah (Al-Ummu madrasatul ula). Visi kuat sang suami dalam menjalankan fungsi qawwam beliau dalam keluarga terlihat dari nasehat Ust. Tamim kepada istri beliau pada suatu hari,
“Bu, Kita harus berbeda dengan orang lain dalam kebaikan. Orang lain duduk, kita sudah harus berjalan. Orang lain berjalan, kita sudah harus berlari. Orang berlari, kita sudah tidur. Orang lain tidur, kita sudah bangun. Jangan sedikitpun berhenti berbuat baik sampai soal niat. Kita tidak boleh lalai karena kita tidak tahu kapan Allah mencabut nyawa kita”
Demikian nasehat beliau kepada istrinya. Nasehat yang dalam. Mengajarkan kita tentang bagaimana menjalani karunia kehidupan dengan sebaik-baiknya, dengan sehormat-hormatnya.
Kini, sang ayah hebat ini sudah pergi. Meninggalkan kita untuk selamanya. Innaa lillahi wa inaa ilahi roji’un.
Sebagai manusia biasa, beliau tentu tak lepas dari kekurangan. Tapi, Alhamdulillah, beliau meninggalkan kita banyak kisah dan pelajaran. Meninggalkan catatan sejarah. Pelajaran tentang kehidupan. Tentang bagaimana menjadi muslim. Bagaimana membina keluarga. Bagaimana dekat dengan Al-Quran.
Selamat jalan Ust. Mutammimul Ula. Selamat bertemu dengan Rabbmu yang engkau Cinta. Semoga sampai ke surga-Nya.
Aaamin.
---
Demikian serial #semacamkultum malam ini.