Malam Kesembilan: Hidup Ini ‘Tahu-Tahu’ |
Oleh Dr. Afrianto Daud
--
Birulangitid-Beberapa hari menjelang Ramadhan, ada yang ‘usil’ mengusulkan agar MUI membuat fatwa agar Ramadhan ini muslim tak perlu melaksanakan ibadah puasa. Bisa diganti dengan yang lain saja. Alasannya karena kita sedang masa Pandemi. Akan berat bagi kaum muslimin untuk berpuasa seperti biasa. Walau mungkin yang bersangkutan tak benar-benar serius dengan usulannya, apa yang dia sampaikan sempat viral. Tentu usulan itupun hilang dengan sendirinya.
Walau tentu kaum muslimim yang lurus tak akan pernah terpikir mengganti puasa dengan yang lain karena alasan pandemi, bukan tak mungkin bahwa sebagian kaum muslimin juga ikut berfikir bahwa Ramadhan tahun ini setidaknya akan merasa beda (untuk tidak mengatakan berat). Karena banyak yang terdampak Covid dengan berbagai batasan yang ada. Setidaknya, mungkin dulu ada yang bertanya-tanya, bagaimana pula rasanya Ramadhan dengan segala batasan itu?
Lebih seminggu yang lalu kita masih bertanya-tanya tentang suasana Ramadhan selama pandemi itu, malam ini ‘tahu-tahu’ kita sudah akan memasuki menjelang malam-malam terakhir dari sepuluh malam pertama Ramadhan. Tak lama lagi, bisa jadi kita akan merasakan hal yang sama. Tahu-tahu sudah mau selesai saja Ramadhan tahun ini.
Begitulah memang hidup ini. Dalam banyak hal, hidup ini bisa terasa 'tahu-tahu' saja. Tahu-tahu hari sudah malam saja. Padahal rasanya pagi belum lama berlalu. Tahu-tahu hari sudah pagi, sementara malam belum sempat dinikmati. Tahu-tahu, senja telah kembali datang, padahal kita merasa masih siang.
Di waktu yang lain kita dikejutkan dengan fakta bahwa tahu-tahu anak-anak kita sudah besar dan remaja saja, padahal mungkin kita merasa bahwa belum lama kita menikah. Tahu-tahu sebentar lagi mungkin sudah akan jadi kakek dan nenek dari cucu kita.
Atau pada hari lain, kita mendapati fakta lain bawa tahu-tahu rambut di kepala sudah mulai memutih, padahal kita merasa belum lama diwisuda jadi sarjana. Atau, tahu-tahu kita mendengar kabar bahwa teman seangkatan kita sudah meninggalkan kita selamanya, padahal baru saja kemaren kita bertemu dengannya.
Hidup kita bergerak semakin cepat. Semua terasa sebentar saja. Waktu berlalu tak begitu terasa. Tak terasanya waktu berjalan, tak hanya karena hidup itu memang hanya sebentar saja, boleh jadi juga karena hidup ini dalam banyak hal memang ‘hanya permainan’. Itulah yang sudah lama diingatkan Allah dalam kitab-Nya, bahwa sesungguhnya kehidupan di dunia hanyalah permainan dan senda gurau (Q.S. Al-an’am: 32). Sebagai sebuah permainan dia bisa menghanyutkan. Bisa melupakan. Dia juga bisa menipu.
Karenanya adalah penting bagi kita untuk tahu bahwa hidup hanyalah 'tahu-tahu' itu. Mumpung kita masih diberi waktu. Agar kita tidak menyesal kemudian. Apalagi kalau penyesalannya ketika kita sudah di akherat. Kita tak akan pernah bisa memutar kembali jarum jam kehidupan.
Terkait waktu yang ‘tahu-tahu’ ini, peringatan dan nasehat Rasulullah SAW lima belas abad yang lalu tetap relevan untuk dijadikan pegangan. Ingatlah waktu yang lima sebelum datang waktu yang lima: sehatmu sebelum sakitmu; mudamu sebelum tuamu; kayamu sebelum miskinmu; waktu luangmu sebelum sibukmu; hidupmu sebelum matimu. Ini adalah nasehat yang sangat populer. Tinggal terus diingat dan diamalkan.
Kembali ke Ramadhan yang tahu-tahu malam ini sudah malam kesembilan. Mari periksa perjalanan delapan hari sebelumnya. Sudahkan kita beramal dengan amalan terbaik? Sudahkah kita menjaga segala sunnah puasa. Sudah berapa jauh bacaan Al-Quran kita, misalnya. Sudahkan kita berinfak, membantu mereka yang membutuhkan. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Dan mumpung kita masih diberi kesempatan dengan beberapa hari ke depan. Mari manfa’atkan hari yang tersisa untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas amal Ramadhan itu.
Jangan sampai kita termasuk mereka yang merugi, yaitu mereka yang merasa bahwa Ramadhannya tahun ini datar-datar saja. Terus kemudian baru sadar bahwa tahu-tahu besok sore Ramadhan sudah akan pergi. Belum tentu kembali.
--
Demikian serial #semacamkultum malam ini. 🙂
--
* Memberi nasehat itu seperti melempar bola ke dinding. Semakin kuat lemparannya. Semakin kuat pantulannya kepada yang melempar.