Birulangitid-Listrik punya peranan penting dalam meningkatkan kondisi perekonomian. Dikutip dari republika.co.id Pemerintah memberikan keringanan abonemen listrik untuk tiga golongan tarif, yakni industri, bisnis, dan pelayanan sosial. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, keringanan abonemen ini dikecualikan dari penggratisan tarif yang sudah diberikan untuk pelanggan rumah tangga kapasitas 450 VA dan diskon 50 persen bagi pelanggan 900 VA.
"Tadi juga sudah disetujui pemberian subsidi listrik, untuk selain yang berpenghasilan rendah yang sudah diperpanjang sampai Desember, juga relaksasi abonemen atau biaya listrik di mana aspirasi dari industri dan pariwisata bahwa mereka meminta keringanan untuk pembayaran minimum listrik," jelas Airlangga usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin (27/7).
Airlangga mengungkapkan, pemangkasan abonemen listrik ini menyasar 112.223 pelanggan pelayanan sosial, 330.563 pelanggan bisnis, dan 28.286 pelanggan industri. Airlangga sendiri tidak menjelaskan berapa persen diskon abonemen yang diberikan. Namun ia menjabarkan nilai abonemen yang ditanggung pemerintah.
Bila tanpa keringanan, maka minimum charge yang harus dibayarkan seluruh pelanggan pelayanan sosial sepanjang Juli-Desember 2020 mencapai Rp 521,7 miliar. Sementara pelanggan bisnis harus membayar Rp 2,37 triliun dan pelanggan industri Rp 2,7 triliun. Sehingga total yang harus dibayarkan seluruh pelanggan pada periode Juli-Desember 2020 sebesar Rp 5,6 triliun.
Namun, apabila pelanggan hanya membayar sesuai penggunaan saja, maka charge yang harus dibayarkan pun menyusut. Pelanggan sosial misalnya, 'hanya' perlu membayar Rp 235,8 miliar, pelanggan bisnis Rp 1,069 triliun, dan pelanggan industri Rp 1,313 triliun.
"Sehingga total oleh pengguna listrik baik yang sosial bisnis industri sebesar Rp 2,6 triliun sehingga delta yang disubsidi sebesar Rp 3 triliun. Terdiri Rp 285,9 miliar untuk sosial, Rp 1,3 triliun untuk bisnis, dan Rp 1,4 triliun untuk industri. Jadi ini sudah diberikan dan segera PMK dipersiapkan," jelas Airlangga.
Sebelumnya, pemerintah juga memutuskan untuk memperpanjang subsidi listrik kepada pelanggan 450 VA dan 900 VA dari yang semula tiga bulan menjadi enam bulan. Kebijakan ini dalam rangka menjaga konsumsi masyarakat sebagai dampak pembatasan kegiatan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
"Tadi juga sudah disetujui pemberian subsidi listrik, untuk selain yang berpenghasilan rendah yang sudah diperpanjang sampai Desember, juga relaksasi abonemen atau biaya listrik di mana aspirasi dari industri dan pariwisata bahwa mereka meminta keringanan untuk pembayaran minimum listrik," jelas Airlangga usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Senin (27/7).
Airlangga mengungkapkan, pemangkasan abonemen listrik ini menyasar 112.223 pelanggan pelayanan sosial, 330.563 pelanggan bisnis, dan 28.286 pelanggan industri. Airlangga sendiri tidak menjelaskan berapa persen diskon abonemen yang diberikan. Namun ia menjabarkan nilai abonemen yang ditanggung pemerintah.
Bila tanpa keringanan, maka minimum charge yang harus dibayarkan seluruh pelanggan pelayanan sosial sepanjang Juli-Desember 2020 mencapai Rp 521,7 miliar. Sementara pelanggan bisnis harus membayar Rp 2,37 triliun dan pelanggan industri Rp 2,7 triliun. Sehingga total yang harus dibayarkan seluruh pelanggan pada periode Juli-Desember 2020 sebesar Rp 5,6 triliun.
Namun, apabila pelanggan hanya membayar sesuai penggunaan saja, maka charge yang harus dibayarkan pun menyusut. Pelanggan sosial misalnya, 'hanya' perlu membayar Rp 235,8 miliar, pelanggan bisnis Rp 1,069 triliun, dan pelanggan industri Rp 1,313 triliun.
"Sehingga total oleh pengguna listrik baik yang sosial bisnis industri sebesar Rp 2,6 triliun sehingga delta yang disubsidi sebesar Rp 3 triliun. Terdiri Rp 285,9 miliar untuk sosial, Rp 1,3 triliun untuk bisnis, dan Rp 1,4 triliun untuk industri. Jadi ini sudah diberikan dan segera PMK dipersiapkan," jelas Airlangga.
Sebelumnya, pemerintah juga memutuskan untuk memperpanjang subsidi listrik kepada pelanggan 450 VA dan 900 VA dari yang semula tiga bulan menjadi enam bulan. Kebijakan ini dalam rangka menjaga konsumsi masyarakat sebagai dampak pembatasan kegiatan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.