Sumber Gambar : stocksnap.io/pixel shot |
Edison (bang edy ustadz)
Penulis adalah Dosen, Peneliti, Penggiat Dakwah dan Pendidikan Agama Islam serta Narasumber di berbagai Forum
Birulangitid-Bersyukur kita kepada Allah SWT yang telah menuntun kita untuk memilih Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa yang banyak bersumber dari Bahasa Melayu dan beberapa bahasa lainnya.
Namun di tengah keberlimpahan arus informasi di era sekarang ini, sebahagian rakyat Indonesia sebagai penutur bahasa Indonesia, khususnya di lapisan kawula muda perlahan mulai mengalami degradasi berbahasa dengan berbagai gejala yang cukup menghebohkan jagad informasi dan komunikasi. Beberapa gejala tersebut di antaranya plesetan nama hewan menjadi nama panggilan sehari-hari. Termasuk juga mengekspresikan plesetan-plesetan tersebut menjadi ungkapan carut-marut.
Tapi ada juga yang mengatakan; memanggil teman dengan plesetan nama hewan kan hanya bercanda, orang yang dipanggil juga tidak tersinggung? Di dalam Islam, bercanda dengan menjatuhkan kemuliaan manusia itu tidak dibolehkan.
Imam Ghazali dalam kitabnya Afat Al Lisan sudah mensinyalir bahaya lisan tersebut. Imam Ghazali mengemukakan menjangkitnya bahasa keji dan cabul sebagai ucapan yang menyakitkan seperti caci maki, celaan dan ucapan-ucapan jahat lainnya. Rasulullah SAW bersabda :
Jauhilah ucapan keji, karena Allah SWT tidak menyukai ucapan keji dan tindakan membuat-buat ucapan keji. (HR. An Nasa’i dan Al Hakim)
Salah satu parameter runtuhnya peradaban adalah manusia sebagai pelaku peradaban itu mulai merendahkan dirinya dengan pilihan tata bahasa yang rendah. Bahasa Indonesia yang sangat kaya akan khazanah bahasa pada dasarnya tidak menutup diri dari masuknya bahasa asing, khususnya yang berkenaan dengan kebaharuan teknologi. Namun jika pilihan suatu kata itu sudah ada dalam kosa kata Indonesia, maka mari kita cukupkan dengan yang sudah ada. Panggilan Mas, Abang, Kang, Daeng, Kakak dan puluhan sebutan lainnya lebih menunjukkan karakter bangsa Indonesia daripada panggilan Bro dan Sis.
Hakikat lainnya dari ucapan keji adalah memperjelas dengan sekonyong-konyongnya hal-hal yang dipandang tabu menjadi vulgar. Para ulama menyarankan penggunaan istilah QADHI AL HAJAT (BUANG HAJAT) untuk mengganti kata-kata ‘’kencing’’ ; menyebut ‘’isteri’’ dengan kata-kata kiasan yang lebih santun yakni IBUNYA ANAK-ANAK. Umar bin Abdul Aziz tatkala menderita bisul di bawah ketiaknya menjawab ketika ditanya di mana letak bisulnya itu. Beliau menjawab ‘’DI DALAM TANGAN’’.
Mungkin kata-kata yang sekonyong-konyongnya sebagaimana disebutkan di atas sudah menjadi kosa kata keseharian sebahagian masyarakat Indonesia dan dianggap biasa. Namun agama Islam yang hanif ini memolesnya menjadi lebih sopan lagi. Jika sudah sampai sedemikian tuntunan agama ini, maka masih pantaskah kita memakai kata hewan yang diplesetkan untuk memanggil teman kita ?
والله أعلم بصواب
Sumber : Dikembangkan dari buku : Imam Ghazali, Bahaya Lisan, Jakarta : Qisthi Press, 2016