Menyajikan info terkini dunia pendidikan dan berita berita menarik

Selamat Datang Di Birulangitid

Saturday, August 1, 2020

SI BAPAK BERQURBAN, SIAPA SAJA YANG KEBAGIAN PAHALANYA ?

0 comments
https://www.birulangit.id/?m=1
Sumber Gambar KNRP.org


Oleh Edison (bang edy ustadz)

Birulangitid-Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berqurban. Madzhab Al Malikiyah, Asy Syafi’iyah dan Al Hanabilah berpendapat bahwa seseorang yang berkedudukan mampu, namun tidak menyembelih hewan qurban pada tahun itu, maka orang itu tidak berdosa, apalagi bagi mereka yang memang tidak mampu dan miskin tentu juga tidak diwajibkan berqurban. Namun bila seseorang sudah mampu dan berkecukupan, makruh hukumnya bila tidak menyembelih hewan qurban. Maka menurut ketiga madzhab ini, hukum berqurban adalah sunnah muakkadah, artinya sangat dianjurkan. Pendapat inilah yang dianut oleh sebagian masyarakat Muslim di Indonesia.

Sementara itu Imam Hanafi, Imam Al-Laits, Imam Al-Auza'ie, dan Imam At-Tsauri berpendapat bahwa perintah shalat dan berqurban dalam surat Al Kautsar itu hukumnya adalah wajib. Di satu sisi, Mazhab Asy-Syafi'iyah berpendapat bahwa syariat menyembelih hewan udhiyah itu hukumnya sunnah ‘ain untuk tiap-tiap pribadi Muslim sekali seumur hidup, dan sunnah kifayah untuk satu keluarga.
Para ulama juga menyebutkan bahwa hukum berqurban bisa berubah dari sunnah menjadi wajib bagi orang yang menazarkan, sebagaimana ibadah sunnah lain, seperti shalat, puasa dan sedekah yang bisa berubah menjadi wajib jika dinazarkan.

Salah satu anggota keluarga berqurban, siapa saja yang kebagian pahalanya ?
Ibadah qurban adalah ibadah yang dipersembahkan oleh atas nama satu orang saja tapi pahalanya bisa di-share kepada anggota keluarganya yang lain.

Jika salah satu anggota keluarga menyembelih satu kambing, maka syiar pahalanya merata untuk satu keluarga itu sehingga hukum qurban bagi keluarga itu menjadi sunnah kifayah. Imam An Nawawi dalam kitab Al Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa :
Kambing hanya boleh atas nama 1 orang dan tidak boleh lebih. Namun jika salah satu keluarga (suami, istri, anak-anak) ada 1 orang saja yang berqurban maka pahala kesunnahan nya merata untuk mereka semua. Ini namanya sunnah kifayah. Dan unta hanya boleh diatas namakan maksimal 7 orang, begitu juga dengan sapi.

Para ulama mengemukakan beberapa pendapat tentang pihak keluarga nan mana saja yang mendapat pahala ibadah qurban :
Pertama, semua orang yang tinggal serumah dengan si pequrban mulai dari isteri, anak, pembantu, satpam hingga tukang kebun dan anggota lainnya mendapat pahala qurban yang diatasnamakan oleh si suami (kepala keluarga). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam As Syihab Ar Ramly yang pernah ditanya :
Jika salah satu anggota rumah itu berqurban, apakah pahala kesunnahan qurban itu diberikan juga pada orang-orang yang tinggal serumah (dengan pequrban), walaupun tidak ada hubungan kekerabatan diantara mereka? Ar-Ramly menjawab : BENAR !

Pendapat kedua, semua orang yang ditanggung nafkah hidupnya oleh si pequrban juga mendapat pahala qurbannya (misal anak tiri dari isteri yang tinggal di tempat lain).
Orang-orang yang berada dalam tanggungan nafkah orang yang sama juga mendapat pahala qurban, walau nafkah yang bersifat sunnah sekalipun. (Ibnu Hajar Al Haitami)

Ketiga, pendapat Madzhab Maliki mensyaratkan golongan yang mendapat pahala atas qurban yang dilakukan oleh si mudhahhi (pequrban) adalah sebagai berikut : 1) Tinggal se rumah dengan si mudhahhi. 2) Dinafkahi oleh si mudhahhi. 3) Punya hubungan kekerabatan dengan si mudhahhi. Jika salah satu dari 3 poin itu ada yang tidak terpenuhi, maka tidak bisa ikut kebagian pahala qurbannya. Hal ini disampaikan oleh Muhammad bin Yusuf Al-Abdari dalam kitabnya At-Taj Wal Iklil.
(Syaratnya adalah) jika tinggal serumah dengan pequrban, punya hubungan kekerabatan dengannya, dan dinafkahi olehnya meski nafkah yang sifatnya sunnah.

Bolehkan berqurban atas nama keluarga yang sudah wafat. Sebagian ulama membenarkan dan membolehkan menyembelih hewan qurban untuk keluarga yang telah wafat, dan pahalanya Insya’a Allah akan sampai kepada yang dituju. Namun sebagian ulama tidak membenarkan hal ini, kecuali atas sepengetahuan dan seizin orang tersebut atau berupa wasiat. Imam An Nawawi dalam Ar Raudhatut Thalibin mengutip kitab At Tanzib yang menyebutkan bahwa tidak dibenarkan qurban untuk orang lain kecuali dengan seizinnya. Tidak juga qurban untuk mayyit kecuali bila pernah diwasiatkan.

والله أعلم بصواب

Sumber
Muhammad Ajib, Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syafi’i, Jakarta : Rumah Fiqih Publishing, 2019

No comments:

Post a Comment