Oleh Edison (bang edy ustadz)
Penulis adalah Dosen, Peneliti, Penggiat Dakwah dan Pendidikan Agama Islam serta Narasumber di berbagai Forum.
Birulangitid-Pada dasarnya, setiap mukmin yang meniti jalan menuju Allah SWT harus berusaha menyembunyikan ketaatannya, tidak memperlihatkan dan memperdengarkan amal-amal shalihnya kepada orang lain dengan semampunya. Karena, manusia tidak dapat memberikan manfaat dan madharat atas amal yang sudah ditampilkan. Cukuplah meyakini bahwa Allah SWT pasti mendengar dan melihat amalannya itu.
Panduan tersebut di atas berkenaan dengan ibadah-ibadah nafilah dan tathawu’ atau sunnah. Sedangkan untuk ibadah-ibadah fardhu dan yang pokok haruslah ditampakkan, demi mengagungkan syiar Islam, memperlihatkan kekuatan kaum Muslimin, serta mencegah tuduhan dan buruk sangka. Shalat fardhu berjama’ah, membayar zakat kepada amil dan berangkat haji diantar orang sekampung, sudah pasti banyak yang melihat dan membersamai.
Kendatipun demikian, orang Muslim bisa saja memperlihatkan ibadah-ibadah nafilah dan amal shalihnya tanpa bertujuan menyombongkan diri. Dia mensyiarkan amalannya itu hanya didorong kegembiraan dalam rangka kebaikan yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
Pertama, Kegembiraan karena Allah SWT atas izin-Nya menampakkan kebaikan-kebaikan seorang Muslim dan menutupi keburukan-keburukannya. Kedua, Muslim itu senang menampakkan ketaatan, agar dirinya menjadi pelajaran bagi Muslim lainnya agar meniru dan meneladaninya. Dengan begitu jumlah orang-orang yang shalih lagi taat kepada Allah SWT akan semakin banyak, lapangan kebaikan dan amal shalih juga akan semakin bertambah luas, pahala di sisi Allah SWT juga menjadi berlipat ganda.
Ketiga, Muslim itu senang karena orang-orang yang mengetahui amalannya mencintai dirinya karena Allah SWT sebagai bukti pertalian iman yang kokoh : Tali Iman yang paling kokoh adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah pula. (HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, dan Al Hakim)
Keempat, Muslim itu senang menampakkan amalnya karena saudara-saudara yang melihat amalannya memberikan pujian yang layak sesuai porsinya dan tidak berlebih-lebihan dalam memuji. Kelima, tindakannya menampakkan amal shalihnya itu akan menjadi pionir dan sunnah yang baik untuk ditiru dan diikuti.
Barangsiapa membuat sunnah yang baik, maka dia mendapatkan pahala sunnah itu dan pahala orang yang ikut mengamalkannya hingga hari kiamat, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka. (HR. Muslim)
Al Hasan menyimpulkan, Orang-orang Muslim itu menyadari bahwa menyembunyikan amal itu merupakan pilihan yang tepat, namun menampakkannya juga ada faidahnya sebagaimana 5 kegembiraan yang disebutkan di atas. Faktor penting yang harus selalu diperhatikan adalah memeriksa dengan cermat unsur internal pada dirinya agar jangan sampai tertipu dalam sikap riya’ yang menyusup secara samar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar dalam amalan fardhu adalah menampakkan dan memperlihatkan, sedangkan dasar dalam ibadah nafilah adalah sedapat mungkin merahasiakan dan menyembunyikannya, dan mampu mengemukakan argumen kegembiraan dan faidah jikalau memang ingin ditampakkan.
#HijrahNiat
Ig : @edison_bangedyustadz
والله أعلم بصواب
Sumber : Dikembangkan dari buku : Yusuf Qardhawi, Niat dan Ikhlas, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2002