Penulis adalah Dosen, Peneliti, Penggiat Dakwah dan Pendidikan Agama Islam serta Narasumber di berbagai Forum
Birulangitid-Dalam terminologi Islam, kebebasan (al hurriyah) adalah antitesis perbudakan. Kata Al Hurr adalah antonim hamba dan budak. Sedangkan tahriru raqabah adalah membebaskan leher manusia dari perbudakan dan penghambaan. Dalam konsep Islam, manusia hanya boleh menghamba kepada Allah SWT, dan manusia sangat dimungkinkan menjadi tuan dari apa-apa selain Allah SWT.
Di antara ungkapan Islami yang menghardik perbudakan pernah diucapkan oleh Umar bin Khattab RA dengan kalimat, Sejak kapan manusia dibenarkan memperbudak sesamanya, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka.
Kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Ketika seorang manusia mendapat hidayah Islam, di saat itu pula dirinya mendapat kebebasan (yang bertanggung jawab). Dalam taklif Islam ada fardhu-fardhu ain yang dibebankan kepada individu sehingga berimplikasi pada adanya kebebasan berinisiatif, disamping adanya fardhu-fardhu kifayah yang wajib ditanggung oleh umat secara bersama-sama.
Selain menjadi hamba Allah Al Malik, manusia diturunkan ke muka bumi adalah dalam rangka menjadi pengayom alam semesta. Manusia bertindak mewakili Allah Al Wakil di muka bumi. Oleh karena itu kebebasan manusia adalah kebebasan sebagai wakil, bukan kebebasan sebagai ‘’tuan’’. Manusia sebagai pengayom dan pengelola bumi memang memiliki kebebasan, namun hanya dalam batas-batas koridor atas potensi yang dianugerahkan kepadanya. Kebebasan manusia dibatasi oleh ketidakterbatasan Allah Al Jabbar. Dengan demikian, ketika seorang manusia menjadi pemimpin, setiap kebijakan dan tindakannya tidak boleh dengan semena-mena merampas kebebasan manusia lainnya yang telah dijamin oleh Allah SWT.
Penguasaan manusia atas alam dan sesama manusia adalah bersifat kemitraan, perkawanan dan saling memberi manfaat tanpa eksploitasi. Penguasaan manusia sebagai pengayom dan pemimpin bukan bersifat penindasan, penghancuran dan kepemilikan yang absolut. Fungsi manusia sebagai pengayom dan pemimpin adalah bentuk syukur atas segala nikmat Allah SWT, bukan kebebasan penguasaan yang tidak dipertanyakan atas apa-apa yang telah dilakukannya.
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu). (At Takatsur : 8)
Sementara itu, Islam memandang perbudakan sebagai ‘’perampas hak hidup’’ dan memandang kebebasan sebagai langkah memberikan kehidupan. Kebebasan juga adalah kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu dalam fiqih Islam, pembebasan budak menjadi kafarat (tebusan) atas beberapa kesalahan seperti melanggar sumpah, zhihar, dan pembunuhan yang tersalah (tidak disengaja). Allah SWT berfirman dalam surat An Nisaa ayat 92,
وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ
… dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman…
Salah seorang Imam tafsir, yakni An Nasafi mengungkapkan penjelasan ayat tersebut : Saat si pembunuh mengeluarkan satu jiwa yang beriman dari kalangan makhluk hidup, maka sebagai gantinya orang itu harus memasukkan satu jiwa ke dalam kalangan orang-orang hidup, karenanya, pembebasannya terhadap budak itu laksana memberikan kepadanya satu kehidupan baru, setelah sebelumnya budak itu termasuk manusia yang dirampas hak hidupnya di hadapan hukum.
والله أعلم بصواب
#Kebebasanbertanggungjawab
#Fardhu’ain
Ig : @edison_bangedyustadz
#Jagakeselamatan
#Lindungidiri
#Rapi dalam setiap urusan
#Fardhu’ain
Ig : @edison_bangedyustadz
Sumber: Dikembangkan dari buku : Muhammad Imarah, Islam dan Keamanan Sosial, Jakarta : Gema Insani Press, 1999