Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Perba) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Terdapat 383 aset kripto yang masuk dalam daftar tersebut.
Dikutip dari Katadata Peraturan ini sekaligus mencabut Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020. Dalam aturan sebelumnya hanya mencantumkan 229 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan.
“Terbitnya Perba ini untuk mengakomodir kebutuhan para calon pedagang aset kripto, termasuk industri aset kripto di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan data jumlah pelanggan dan volume transaksi aset kripto yang terus meningkat, serta jenis aset kripto yang terus bertambah,” kata Plt. Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu (10/8).
Didid menyampaikan, jenis aset kripto di luar daftar tersebut wajib dilakukan delisting oleh calon pedagang fisik aset kripto. Hal itu dilakukan dengan diikuti langkah penyelesaian bagi setiap pelanggan aset kripto.
Sebelumnya, sesuai Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020, jenis aset kripto yang diperdagangkan berjumlah 229 jenis. Namun, karena adanya usulan dari pelaku pasar, meningkatnya pertumbuhan transaksi aset kripto, serta berdasarkan evaluasi Bappebti, maka daftar aset kripto yang diperdagangkan akhirnya disesuaikan.
Penyesuaian itu baik mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan blockchain secara global atau dengan melakukan delisting jenis aset kripto berdasarkan metode penilaian Analytical Hierarchy Process (AHP).
“Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum agar masyarakat yang akan berinvestasi mendapatkan informasi dan panduan yang jelas atas setiap jenis aset kripto yang diperdagangkan,” terang Didid.
Dia mengatakan, Perba ini mengadopsi pendekatan positive list. Hal itu bertujuan untuk memperkecil risiko diperdagangkannya jenis aset kripto yang tidak memiliki kejelasan whitepaper atau yang memiliki tujuan ilegal seperti pencucian uang dan sebagainya.
Kepala Biro Peraturan Perundang-Undangan dan Penindakan Bappebti, Aldison, menambahkan bahwa Perba ini mengatur tata cara, persyaratan, serta mekanisme penambahan dan pengurangan jenis aset kripto dalam daftar aset kripto yang diperdagangkan.
“Hal tersebut antara lain dengan mempertimbangkan prinsip umum untuk aset kripto yang dapat diperdagangkan, seperti berbasis distributed ledger technology dan lulus hasil penilaian dengan metode AHP. Tentunya turut mempertimbangkan nilai kapitalisasi pasar aset kripto, nilai risikonya, manfaat ekonominya, serta apakah telah masuk dalam transaksi bursa aset kripto besar dunia,” imbuh Aldison.
Perba ini juga melakukan efisiensi terhadap tata cara pengusulan aset kripto yang diperdagangkan selama Bursa Berjangka Aset Kripto belum terbentuk. Dengan terbitnya Perba ini, penilaian pengusulan aset kripto dilakukan oleh Tim Penilaian Daftar Aset Kripto yang beranggotakan unsur-unsur dari Bappebti, asosiasi, dan pelaku usaha.
Kebijakan tersebut diharakan bisa membuat proses penilaian akan lebih cepat dan akurat. Calon pedagang fisik aset kripto yang akan melakukan listing atau delisting jenis aset kripto yang telah ditetapkan, wajib terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Bappebti.
“Dengan diterbitkannya Perba ini, diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sekaligus perlindungan bagi masyarakat dalam bertransaksi di pasar fisik aset kripto,” pungkas Aldison.
Comparitech menyebutkan total kehilangan aset kripto akibat peretasan mencapai US$7,26 miliar jika menghitung valuasi saat setiap kejadian. Dengan valuasi kripto yang meningkat, kehilangan ini dapat mencapai US$34,26 miliar dalam valuasi kripto hari ini.
kisah-kisah Tauladan
ReplyDelete